Mahasiswa UIN (Sumut) Hina Al Quran Pemerintah Diam


Buat status menghina Islam dan seluruh ajarannya yang terkandung dalam Alquran dan melemparkan al Quran di depan mahasiswa baru saat OSPEK, Tua Aulia Fuadi dipecat dari kampusnya Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara pada Senin, 21 September 2015 kemarin.

Kasus pelecehan al Quran seperti Tua Aulia ini di kampus sebenarnya banyak dan bahkan pernah di Universitas Muhammadiyah Sumatra Barat (UMSB) Dosen Fakultas Agama MK menginjak Al Quran dalam kelas saat proses belajar berlangsung. Atau yang paling menghebohkan Muhammad Yasser Arafat, Dosen UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta yang membaca al Quran dengan langgam Jawa.



Atau kita masih ingat 10 tahun lalu, sekumpulan mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Semarang yang menerbitkan Jurnal JUSTISIA. Pada Edisi 25, Th XI, 2004, diturunkan laporan utama berjudul ”Indahnya Kawin Sesama Jenis”. Kemudian, artikel-artikel di Jurnal itu diterbitkan dalam sebuah buku berjudul “Indahnya Kawin Sesama Jenis: Demokratisasi dan Perlindungan Hak-hak Kaum Homoseksual”, (Semarang: Lembaga Studi Sosial dan Agama/eLSA, 2005).


Hukum Mati bagi para penghina Al Qur'an

Penyokong gerakan legalisasi homoseksual ini berani membuat tafsir baru atas ayat-ayat Al-Quran, dengan membuat tuduhan-tuduhan keji terhadap Nabi Luth. Dikatakan dalam buku, "Karena keinginan untuk menikahkan putrinya tidak kesampaian, tentu Luth amat kecewa. Luth kemudian menganggap kedua laki-laki tadi tidak normal. Istri Luth bisa memahami keadaan laki-laki tersebut dan berusaha menyadarkan Luth. Tapi, oleh Luth, malah dianggap istri yang melawan suami dan dianggap mendukung kedua laki-laki yang dinilai Luth abnormal. Kenapa Luth menilai buruk terhadap kedua laki-laki yang kebetulan homo tersebut? Sejauh yang ana tahu, Al-Quran tidak memberi jawaban yang jelas. Tetapi kebencian Luth terhadap kaum homo disamping faktor kecewa karena tidak berhasil menikahkan kedua putrinya juga karena anggapan Luth yang salah terhadap kaum homo.” (hal. 39).

Nauzubillah...

Sebenarnya banyak catatan-catatan penulis soal penyimpangan dari mahasiswa UIN dan sejenisnya di Negeri sekuler ini. Mulai dari pelecehan Al Quran, pelecehan terhadap Nabi, dan tindakan tindakan asusila lainnya. Penulis bukan mencoba untuk menyudutkan label Islam pada institusi tersebut. Karena jika ditelusuri lebih luas lagi, maka perilaku penyimpangan berislam mahasiswa-mahasiswa itu sebenarnya bukan hanya pada universitas berbau Islam tapi universitas sekuler pun demikian. Tapi tentu akan menyentak hati kita, kala ini terjadi pada institusi Islam itu sendiri. Sedih tak terbendung lagi melihat fenomena ini.

Sumber persoalannya kenapa hal ini terjadi adalah politik pendidikan di negeri ini memang tidak menghantarkan peserta didiknya kepada Islam yang benar. Mulai dari SD, SMP, SMA semua sistem pendidikan mengacu pada sekulerisme (memisahkan agama dari kehidupan) sehingga mereka dengan mudah melecehkan Islam itu sendiri. Meragukan kebenaran islam dan dengan pongahnya malah menghina Islam dengan melecehakan Al Quran salah satunya.

Tentu saja ini ibarat seorang anak yang membunuh Ibunya, dengan bangga mereka mengatakan bahwa aku telah membunuh ibuku.

Penutup

Seharusnya pemerintah bersikap tegas pada mereka yang melecehkan Al Qur'an, karena Al Quran adalah Kalam Allah yang diturunkan kepada manusia. Generasi salaf di kalangan Sahabat Nabi, bahkan melihat Al Quran ini sebagai surat cinta dari Sang Kekasih, Allah SWT yang diterima, dibaca, disimak dan dilaksanakan dengan penuh cinta dan kerinduan. Sayyidina al-Hasan bin ‘Ali ra. berkata, “Sesungguhnya generasi sebelum kalian memandang Al Quran sebagai surat dari Tuhan mereka. Mereka menelaahnya di malam hari, dan menyimpannya di siang hari.” (an-Nawawi, at-Tibyan fi Adab Hamalati Alquran, hal 28).

Sampai para Malaikat pun iri dan ingin mendengar bacaan yang dibaca oleh manusia, karena kemuliaan ini tidak diberikan kepada mereka. Ibn Shalah menyatakan, “Membaca Al Quran merupakan kemuliaan yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Telah diriwayatkan, bahwa malaikat tidak mendapatkannya, sehingga mereka berkeinginan kuat untuk mendengarkannya dari manusia.” (as-Suyuthi, al-Itqan, Juz I/291)

Di Baghdad, Irak, seorang ulama ahli bacaan Alquran yang bernama Ibn Syanbudz, difatwakan oleh para fuqaha di sana agar bertaubat kepada Allah, karena telah membaca Al Quran, dengan bacaan syadz (yang tidak dikenal). Mereka sampai menulis sertifikat berisi pernyataan syahadat, yang dinyatakan di hadapan Wazir Abu Ali ibn Muqillah, tahun 323 H, di masa Khalifah al-Muqtadir Billah, di era Khilafah Abbasiyyah. Bahkan, Muhammad bin Abu Bakar mengeluarkan fatwa untuk orang yang melaknat (mencela) mushaf dengan hukuman mati. (an-Nawawi, at-Tibyan fi Adab Hamalati Alquran, hal 132).

Tentu saja semua semua itu hanya ada dalam sistem politik Islam yakni Khilafah Islamiyyah. Semoga segera terwujud agar para peleceh Al Quran itu bisa ditindak tegas dan tidak menjadi virus bagi masyarakat lainnya.

Sumber: FB Bara Lubis