Dirut PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir mengaku terpaksa memberikan uang suap kepada Anggota Komisi V DPR Damayanti Wisnu Putranti untuk mengamankan proyek Jalan di Pulau Seram, Maluku yang digarap Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Kepada kuasa hukumnya, Haerudin Massaro, Abdul Khoir mengaku pemberian suap sudah menjadi aturan tidak tertulis dan masuk ke dalam sistem jika ingin mendapatkan proyek.
"Kata klien saya 'Pak kalau kita enggak ikut sistem di sana, aturan main di sana, boro-boro dapat proyek, ditengok pun tidak. Sekarang kamu ngasih saja, ikut sistem, belum tentu kamu dapat kalau ada yang lebih tinggi'," kata Haerudin kepada wartawan, Selasa (26/1).
Haerudin mengakui kliennya lebih dahulu mendekati Kementerian PUPR sebelum Damayanti. Hal itu dilakukan untuk memastikan apa saja proyek yang ada di Kementerian tersebut.
"Kalau orang mau mencari proyek ya pasti merapat kan. Paling enggak menanyakan ada di mana saja, berapa saja paketnya. Kan biasanya enggak diumumkan," katanya.
Terkait hubungan antara Damayanti dan Abdul Khoir, Haerudin mengaku kliennya baru mengenal politisi PDIP itu pada September 2015. Meski baru pertama kali bertemu, keduanya sudah membahas soal proyek.
"Kenal (dengan Damayanti) September 2015. Pertemuan lobi-lobi atau menanyakan sesuatu tentang proyek," katanya.
Kendati demikian, Haerudin enggan mengungkap proyek apa yang dibahas antara Damayanti dengan kliennya. Namun, tanpa mengungkap lebih jauh, Haerudin mengatakan pertemuan itu juga dihadiri sejumlah pihak lain.
"(Abdul) Cuma bilang pertemuan. Dia katakan hadir waktu pertemuan itu sudah mau bubar," ungkapnya.
Diberitakan, dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (13/1), KPK mengamankan Damayanti bersama lima orang lainnya.
Selain itu, Tim Satgas KPK juga menyita uang sebesar SGD 99.000 yang diduga merupakan bagian dari janji suap sebesar SGD 404.000 atau sekitar Rp 3,9 miliar yang diberikan Dirut PT Windu Tunggal Utama, Abdul Khoir jika Damayanti mengamankan proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kempupera) tahun anggaran 2016.
Proyek tersebut merupakan proyek jalan di Maluku, yang digarap Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) IX.
Setelah diperiksa intensif, Damayanti bersama dua rekannya, Julia Prasetyarini, dan Dessy A Edwin ditetapkan KPK sebagai tersangka penerima suap. Atas tindak pidana yang dilakukannya, ketiganya dijerat KPK dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor jo pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Abdul Khoir ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap dan disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 33 UU Tipikor. [F-5/L-8/jpnn]