Tv Rakitan Lulusan SD Dimusnahkan Kejari Karanganyar Dan Pembuatnya Dijebloskan Ke Penjara

Foto  arie sunaryo merdeka.com
Ratusan unit televisi hasil rakitan MH atau Muhammad Muslim bin Amri (41), warga Sukosari, Gondangrejo, Karanganyar, dimusnahkan Kejaksaan Negeri (Kejari) Karanganyar, Senin (11/1) kemarin. 161 unit perangkat elektronik dibakar itu merupakan barang bukti tindak kejahatan dilakukan Amri.

Awalnya, Amri yang lulusan sekolah dasar mencoba berusaha mandiri dengan mengumpulkan monitor komputer bekas dan perangkat televisi usang, dan membuka usaha perbaikan alat elektronik. Dia lantas membongkarnya dan mengutak-atik hingga bisa dioperasikan menjadi televisi dan dijual. Karena permintaan meningkat, dia mulai serius dan merekrut pegawai. Televisi rakitannya pun diberi mereka miliknya.

Meski demikian, polisi berpikir lain. Usaha Amri digerebek tim Reskrim Polda Jawa Tengah pada Maret 2015. Dari lokasi penggerebekan berhasil diamankan ratusan televisi rakitan dengan berbagai merek.

"Pada awalnya, terdakwa ini hanyalah menerima servis aneka macam barang elektronika. Dari situlah kemudian tersangka merakit pesawat televisi dengan menggunakan komputer bekas," kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Karanganyar, Teguh Subroto, Selasa (12/1).

Teguh melanjutkan, bentuk kejahatan dalam perkara ini adalah Amir merakit televisi itu secara mandiri. Menurut Teguh, hasil televisi rakitan rata-rata berukuran 14 dan 17 inchi itu kemudian dimasukkan ke dalam kardus dia beli dari pemulung, dan dijadikan boks pembungkus televisi rakitan.


"Rakitannya itu kemudian diberi merek dan kemudian dijual. Terdakwa sudah divonis awal Desember lalu," ujar Teguh.

Dalam merakit, Teguh dibantu delapan karyawan. Setiap hari, dia berhasil merakit sekitar 30 unit televisi. Televisi hasil rakitannya kemudian dia jual di wilayah Solo Raya dan sekitarnya, dengan harga Rp 600 ribu sampai Rp 700 ribu tiap unit.

"Terdakwa divonis bersalah karena berani memproses dan memasarkannya tanpa dilengkapi izin terlebih dahulu dari Kementerian Perindustrian dan Perdagangan. Atas perbuatannya tersebut, pengadilan memvonis hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp 2,5 juta," tutup Teguh.