DI IRAN, rupanya tidak sulit menyalurkan syahwat biologis lewat cara ini. Para pemuda Iran sudah akrab melakoni penyaluran kisah cintanya lewat jalan mut’ah alias kawin kontrak.
Caranya pun relatif mudah, cukup bagi kita untuk menyambangi tiap mesjid di Iran yang menyediakan fasilitas haram ini. Berbeda seperti mesjid kita sebagai orang Islam, mesjid kaum Syiah memang menyediakan ruangan khusus untuk melakukan transaksi mut’ah.
Biasanya para perempuan akan ditaruh di bilik-bilik Mesjid dan siap untuk diperlihatkan kepada laki-laki yang datang. Harga nikah mut’ah pun bervariasi. Tergantung perempuan mana yang menjadi selera, termasuk juga waktu.
Mau satu atau dua jam, semuanya bisa diatur dengan harga sekian dan sekian. Hebatnya, nikah mut’ah pun tidak mengenal ambang batas, boleh sampai seribu kali (nikah mut’ah) dalam hari yang sama dan saat yang sama.
Berbeda dengan nikah dalam ajaran Islam yang memakai syarat wali dan saksi, nikah mut’ah aliran Syiah tidak memerlukan keduanya. Ini karena pada hakikatnya, nikah mut’ah mengandung adanya jual beli.
DR Shahla I’zazi dari Lembaga Studi Ilmu-Ilmu Sosial Iran, menyatakan fenomena nikah mut’ah adalah tuntutan sejumlah pejabat Iran yang menginginkan adanya hubungan gelap antara laki-laki dan perempuan. Oleh sebab itu, mereka mencoba melegitimasi hubungan ini melalui pernikahan sementara.
Namun perkembangan nikah mut’ah pun bukan semata-semata karena tingginya syahwat para pejabat Iran, karena secara statistik menunjukkan bahwa pelaku nikah mut’ah atau kawin kontrak terbesar justru berasal dari warga kota Qum. Kota yang dianggap suci dan merupakan pusat pendidikan ilmu agama, yang sebagian besar lulusannya menjadi tokoh Syiah ternama.
Kasus aneh dari nikah mut’ah pun tidak hanya terjadi di Iran. Bahkan yang lebih menggelikan lagi, dilakukan sekelompok pemuda Syiah di negeri ini. Majalah Panji Mas—sebelum majalah ini gulung tikar- pernah menceritakan pengalaman mut’ah sekelompok pemuda Syiah di Indonesia.
Berbeda dengan di Iran yang melepaskan transaksi syahwatnya di dalam mesjid, sekelompok pemuda Indonesia ini malah melakukannya diatas hawa sejuk kawasan Puncak. Apa ada mesjid di Puncak yang melaksanakan mut’ah? Tentu tidak, karena pemuda ini mendatangi Puncak justru untuk menemui para pelacur.
Di hadapan para pelacur ini, salah seorang perwakilan Syiah kemudian berkhotbah bahwa apa yang akan mereka lakukan tidaklah perbuatan zina asal mereka mau menjalani sebuah syarat, yakni dinikahkan secara mut’ah.
“Kita ini bukan mau berzina, tapi mau mut’ah,” demikian diungkapkan salah satu dari pemuda itu.
Tak disangka, dari kelima pelacur tadi, salah seorang diantaranya ada yang menitikkan air mata. Ia menangis tersendu-sendu. Namun ada pula yang tertawa cekikikan.
Karena merasa ada yang aneh, pengkhotbah tersebut lantas bertanya kepada pelacur yang menangis itu.
“Kamu kenapa menangis?”
“Saya nangis karena ingat masa lalu saya, saya ini tamatan pesantren. Saya sedih kenapa saya jadi begini,” jawabnya
“Lah kamu yang cekikikan?” tanya sang pengkhotbah.
“Saya tertawa, masak sih pak ustadz mau maen aja pake ceramah dulu. Maen mah maen aja atuh,” kata si perempuan itu. (pizaro/islampos)