Konferensi pers evaluasi penanganan bencana 2015 dan prediksi bencana 2016 oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana di Kantor BNPB, Jakarta, Jumat (18/12/2015). (Abba Gabrillin/Kompas.com) |
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengingatkan bahwa bencana jenis hidrometerologi akan mendominasi bencana yang terjadi di Indonesia sepanjang 2016.
Setelah El Nino melanda Indonesia sejak 2014 lalu, kini Indonesia harus bersiap menghadapi La Nina. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengingatkan bahwa bencana jenis hidrometerologi akan mendominasi bencana yang terjadi di Indonesia sepanjang 2016.
"Berdasarkan prediksi BMKG, fenomena La Nina akan menguat di pertengahan 2016," ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho di Kantor BNPB, Jakarta, Jumat (18/12), seperti dikutip dari Kompas.com
“ La Nina yang melanda dapat berpotensi menyebabkan bencana banjir, longsor dan puting beliung akan semakin meningkat,” ucapnya.
Bencana tersebut terjadi akibat curah hujan yang tinggi sejak Januari. Menurut Sutopo, ada 315 kabupaten/kota yang berada di daerah bahaya banjir. “Masalahnya, belum semua sungai di Indonesia memiliki tanggul sungai, sehingga saat banjir, air mudah melimpah,” tambah Sutopo.
Selain itu, terdapat 274 kabupaten/kota yang terancam bahaya longsor. Untuk mengantisipasi longsor, BNPB membutuhkan ratusan sistem peringatan dini (early warning system). Namun saat ini jumlah alat yang tersedia baru ada 50 unit.
Sebagai langkah antisipasi, petugas BNPB di beberapa daerah rawan longsor memasang jaring yang terbuat dari sabut kelapa di tebing-tebing yang rawan longsor.
El Nino merupakan fenomena kenaikan suhu perairan di Samudera Pasifik. Kenaikan suhu air laut ini memengaruhi persebaran pembentukan awan hujan. Dalam konteks Indonesia, El Nino akan semakin menghambat pertumbuhan awan hujan di wilayah barat, memicu kekeringan.
Perkembangan El Nino sendiri bisa diamati dari perubahan suhu muka air laut dan perubahan ketinggian muka air laut. Kenaikan suhu memicu pemuaian air laut sehingga muka perairan ikut meningkat.
Tanda kehadiran El Nino salah satunya ialah suhu muka air laut yang menghangat di wilayah Khatulistiwa. Akibatnya, akan ada fenomena hujan deras yang tidak biasa di beberapa wilayah di dunia.
Dampak buruk El Nino menyebabkan beberapa wilayah menjadi rentan mengalami kebakaran hutan. Sumatera Selatan, Jawa dan Kalimantan Barat adalah daerah yang sangat rentan terjadi kebakaran. Sejak 65 tahun terakhir, El Nino yang terjadi di tahun ini tercatat sebagai yang terburuk.
Sedangkan La Nina adalah sebuah kondisi dimana terjadi penurunan suhu muka laut di kawasan timur equator di Lautan Pasifik. Pada saat terjadi La Nina, angin passat timur yang bertiup di sepanjang Samudra Pasifik menguat.
Sehingga, massa air hangat yang terbawa semakin banyak ke arah Pasifik Barat. Akibatnya massa air dingin di Pasifik Timur bergerak ke atas dan menggantikan massa air hangat yang berpindah tersebut, hal ini biasa disebut upwelling. Dengan pergantian massa air itulah suhu permukaan laut mengalami penurunan dari nilai normalnya. Akibat dari La Nina adalah hujan turun lebih banyak di Samudera Pasifik sebelah barat Australia dan Indonesia.
Dikutip dari laman Oceanservice, fenomena La Nina memberikan efek yang berbeda pada setiap area. Di bagian tenggara, udara menjadi lebih hangat, sedangkan di bagian barat laut udara menjadi lebih dingin. Dari situs earthobservatory, terjadinya La Nina menyebabkan sering terjadinya hujan di daerah pasifik seperti Indonesia, Malaysia, dan bagian utara Australia pada saat musim panas di musim panas dan kekeringan di daerah pantai barat Amerika Serikat di musim salju.
(Lutfi Fauziah/Sumber: Kompas.com, idkf.bogor.net, nationalgeographic.co.id)