JAKARTA - Wacana membentuk peraturan gubernur (Pergub) tentang regulasi peredaran daging anjing oleh Pemprov DKI Jakarta mendapat kritikan dari organisasi masyarakat Muhammadiyah.
Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, menjelaskan sesuai dengan undang-undang, konsumen berhak memperoleh informasi terkait makanan yang dijajakan di tempat umum.
"Sesuai UU konsumen, setiap konsumen berhak untuk memperoleh informasi yang benar tentang makanan dan minuman yang dikonsumsinya. Konsumen harus mendapatkan perlindungan dari makanan dan minuman yang merusak fisik, mental dan spiritual," ujar Abdul saat dihubungi, Selasa (29/9/2015).
Terkait aturan yang akan dikeluarkan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), yang akan meregulasi peredaran daging hewan berkaki empat ini, menurut Abdul, nantinya Ahok harus menjelaskan aturan tersebut secara umum. Hal itu lantaran bagi sebagian pemeluk agama di Indonesia mengharamkan makanan tersebut.
"Kalau ada rencana Perda tentang penjualan daging sebaiknya disebutkan secara umum, tidak hanya penjualan daging anjing. Penyebutan daging secara khusus bisa dimaknai legalisasi penjualan daging yang haram. Dalam kenyataannya banyak juga penjualan daging binatang halal seperti sapi dan ayam yang dicampur dengan daging haram seperti babi dan tikus," tuturnya.
Sehingga, Abdul mengatakan tidak setuju dengan wacana tersebut. Sebab, lanjut Abdul, penertiban regulasi terhadap daging anjing belum diperlukan dengan kondisi seperti saat ini.
"Karena itu, Perda tentang perdagangan anjing tidak mendesak dan tidak diperlukan dalam situasi sekarang. Perdagangan dan konsumen daging anjing tidak massif. Karena itu, Perda tentang perdagangan daging anjing dapat dimaknai sebagai legalisasi dan hal itu bisa kontra produktif di negara mayoritas Muslim," tandasnya.
(fid/okezone)
Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, menjelaskan sesuai dengan undang-undang, konsumen berhak memperoleh informasi terkait makanan yang dijajakan di tempat umum.
"Sesuai UU konsumen, setiap konsumen berhak untuk memperoleh informasi yang benar tentang makanan dan minuman yang dikonsumsinya. Konsumen harus mendapatkan perlindungan dari makanan dan minuman yang merusak fisik, mental dan spiritual," ujar Abdul saat dihubungi, Selasa (29/9/2015).
Terkait aturan yang akan dikeluarkan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), yang akan meregulasi peredaran daging hewan berkaki empat ini, menurut Abdul, nantinya Ahok harus menjelaskan aturan tersebut secara umum. Hal itu lantaran bagi sebagian pemeluk agama di Indonesia mengharamkan makanan tersebut.
"Kalau ada rencana Perda tentang penjualan daging sebaiknya disebutkan secara umum, tidak hanya penjualan daging anjing. Penyebutan daging secara khusus bisa dimaknai legalisasi penjualan daging yang haram. Dalam kenyataannya banyak juga penjualan daging binatang halal seperti sapi dan ayam yang dicampur dengan daging haram seperti babi dan tikus," tuturnya.
Sehingga, Abdul mengatakan tidak setuju dengan wacana tersebut. Sebab, lanjut Abdul, penertiban regulasi terhadap daging anjing belum diperlukan dengan kondisi seperti saat ini.
"Karena itu, Perda tentang perdagangan anjing tidak mendesak dan tidak diperlukan dalam situasi sekarang. Perdagangan dan konsumen daging anjing tidak massif. Karena itu, Perda tentang perdagangan daging anjing dapat dimaknai sebagai legalisasi dan hal itu bisa kontra produktif di negara mayoritas Muslim," tandasnya.
(fid/okezone)
Silakan Copy Artikel yang ada di sini, tapi cantumkan sumbernya http://akhwatmuslimahindonesia.blogspot.com/