PT Freeport Indonesia tercatat tidak lagi membayarkan dividen kepada pemerintah Indonesia, yang merupakan pemegang 9,36 persen saham perusahaan tambang multinasional tersebut sejak tahun 2012.
Selain karena alasan mengalami kerugian sepanjang tahun 2014, ada indikasi tidak dibayarkannya dividen tersebut dikarenakan keputusan Freeport Mc-MoRan Cooper & Gold Inc, selaku induk usaha Freeport Indonesia.
Namun, Tim Transisi Industri Ekstraktif atau Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) Indonesia memastikan akan tetap menyoroti kinerja perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) sebelum diterbitkannya kembali laporan EITI pada tahun depan.
"Mungkin, kasus ini (Freeport) akan direkam, dan dilaporkan tahun depan. Ini akan masuk dalam radar EITI," ujar Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Montty Girianna di kantornya, Jakarta, Senin 23 November 2015. seperti dilansir viva.co.id
Montty menjelaskan, EITI memang belum berencana akan menetapkan sanksi terkait masalah setoran dividen kepada pemerintah. Namun, hasil laporan EITI nantinya mampu dipergunakan pemerintah untuk menindaklanjuti permasalahan tersebut.
"EITI tidak bisa istilahnya memberikan punishment. Tidak hanya Freeport Indonesia, action yang kami lakukan adalah memberikan rekomendasi dari EITI kepada pemerintah," tuturnya.
Di tempat yang sama, Dewan Pengarah EITI Emil Salim meminta kepada pemerintah untuk menindak tegas perusahaan tambang yang tidak transparan dalam melaporkan kewajibannya melakukan pembayaran royalti.
Menurut dia, sampai saat ini, perusahaan tambang, baik dalam negeri maupun internasional yang menikmati hasil kekayaan alam di Indonesia tidak pernah terbuka dalam hal pelaporan tersebut.
"Harus dibongkar itu. Jangan sampai sembunyi-sembunyi. Kita harus buka seluruh transparansi industri kepada masyarakat. Kalau perlu, hukum yang menetapkan punishment-nya," kata Emil.