Jangankan pacaran, setelah dilamar pun, seseorang bisa gagal menikah karena satu dan lain sebab. Makanya, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang umatnya mengumumkan lamaran, dan hanya menganjurkan untuk memberitakan pernikahan. Apalagi mereka yang mengumumkan pacaran di media sosial, betapa menyelisihinya dengan perintah Nabi.
Jangankan sekadar lamaran, bahkan yang menikah pun tiada jaminan akan langgeng sampai akhir hayat. Tidak cukupkah kasus-kasus perceraian menjadi pelajaran? Bahwa mengumumkan pernikahan bukan untuk berbangga diri, hanya pemberitahuan agar tidak ada buruk sangka orang yang belum tahu, dan syiar agar banyak orang termotivasi.
Jika mau jujur, dari sekian banyak kasus pacaran, berapa persen yang benar-benar sampai pada pernikahan? Jika pun ada, maka yang gagal jauh lebih banyak dan tidak terhitung. Bahkan, ada yang pacaran coba-coba dan beralih dari satu dosa menuju dosa berikutnya. Kasihan.
Tersebutlah seorang laki-laki gagah. Tampan. Anak orang kaya. Berkendaraan mewah. Dan rajin dalam berbagai proyek sosial. Saat anak-anak seusianya di kampung belum memiliki motor, dia sudah diberi tunggangan keluaran terbaru kala itu.
Karena hal itu pula, dia berhasil menarik hati banyak gadis di tempat tinggalnya. Mulai anak tukang becak yang cantik dan suka lagu dangdut, anak tukang kayu yang menawan dan digandrungi lantaran bunga desa, hingga anak pedagang paling rame di kampungnya.
Itu yang disebut, tiga gadis. Sedangkan yang lainnya tiada terhitung.
Waktu berjalan. Lama tak jumpa. Hingga sampailah kabar kepada khalayak, pemuda ini akan menikah. Rupanya, tidak satu pun dari pacarnya yang dinikahi. Entah bosan karena sudah merasakan atau alasan lain, laki-laki ini menikah dengan perempuan lain dari kecamatan sebelah yang tingkat cantik dan tajirnya kurang dari pacar-pacarnya dahulu.
Uniknya, ketiga pacarnya pun menikah dengan laki-laki lain yang derajat duniawinya tak lebih mulia dari si laki-laki tukang pacaran ini.
Betapa sedihnya? Menikah yang ada debar haru nan menenangkan tiada terasa lagi sebab sudah pernah merasakan sebelumnya. Apalagi, si laki-laki atau perempuan yang berpacaran melakukan ini dengan kesadaran. Ia menyentuh dan memberi izin untuk disentuh. Bahkan lebih dari itu. Na’udzubillah.
Jika pun tidak terjadi sentuhan, percayalah bahwa rasa hati akan berbeda dan memungkinkan timbulnya kebosanan. Bukankah jika berpacaran selama empat tahun, dan menikah baru satu bulan, maka hitungan interaksinya adalah empat tahun satu bulan? Duh!
Ya Allah, lindungi kami, keluarga, dan keturunan kami dari hinanya zina. Aamiin. (Keluargacinta.com)
Silakan Copy Artikel yang ada di sini, tapi cantumkan sumbernya http://tolongshare.beritaislamterbaru.org