WALIMATUL ‘URS

Walimah artinya BERKUMPUL dan ‘urs artinya PERNIKAHAN. Jadi, WALIMATUL ‘URS adalah kenduri yang diselenggarakan dengan tujuan mengumumkan terjadinya pernikahan agar diketahui khalayak, sehingga terhindar dari fitnah.

Walimah artinya BERKUMPUL dan ‘urs artinya PERNIKAHAN. Jadi, WALIMATUL ‘URS adalah kenduri yang diselenggarakan dengan tujuan mengumumkan terjadinya pernikahan agar diketahui khalayak, sehingga terhindar dari fitnah.

Jumhur ulama berpendapat bahwa hukum WALIMATUL ‘URS adalah sunnah, walaupun ada sebagian ulama Syafi’iyah mewajibkannya, yang berdasarkan perintah Nabi SAW kepada Abdur Rahman bin Auf: “Selenggarakanlah walimah meskipun hanya dengan seekor kambing” (HR. Mutafaq ‘Alaih).

Dalam mengadakan walimah, syariat Islam mengajarkan tidak perlu memaksakan diri dan wajib menghindarkan dari segala kemungkaran dalam hal-hal yang dilarang oleh Islam.

Berikut ini adalah hal-hal yang menjadi rambu-rambu dalam melaksanakan resepsi pernikahan:
v   Tidak memaksakan diri diluar kemampuan.
v   Makanan dan minuman yang disediakan halal.
v   Makan dan minum dalam kondisi (posisi) duduk (HR. Muslim). Oleh karena itu, pihak penyelenggara/panitia resepsi pernikahan harus menyediakan tempat duduk.
v   Makan dan minum menggunakan tangan kanan (HR. Abu Daud).
v   Makan dan minum janganlah berlebihan (TQS. Al A'raaf [7]:31).
v   Tidak meninggalkan ibadah yang wajib, seperti shalat. Jika waktu shalat tiba pada saat acara walimah tengah berlangsung, maka pengantin, pihak keluarga, dan para undangan diharapkan menyegerakan shalat.
v   Menutup aurat. Allah SWT berfirman dalam QS Al-Ahzab [33]:59 dan QS. An-Nuur [24]:31.
v   Sabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya yang ada di bawah pusar sampai kedua lutut laki-laki merupakan auratnya” (HR. Ahmad).

Oleh karena itu, dengan tidak mengurangi rasa hormat, berdasarkan nash-nash di atas, kami berharap seluruh undangan untuk menutupi auratnya.

v   Tidak campur baur. Islam telah menetapkan bahwa hukum interaksi antara pria dan wanita adalah terpisah (TQS. Al-Ahzab [33]:35).
v   Interaksi antara pria dan wanita yang diperbolehkan dalam Islam yaitu: dalam hal jual-beli, kesehatan, belajar-mengajar, dan persaksian. Selebihnya tidak diperbolehkan. Maka dalam resepsi pernikahan, tidak diperkenankan adanya campur baur antara pria dan wanita (harus terpisah).
v   Tidak hanya mengundang orang-orang kaya dan terpandang. Rasulullah SAW bersabda: “Seburuk-buruknya makanan adalah makanan di tempat walimahan yang diundang di dalamnya orang-orang kaya, sementara orang-orang miskin ditinggalkan” (HR. Muslim).
v   Tidak menjadikan resepsi pernikahan sebagai ajang unjuk kesombongan.
v   Tidak menyediakan hiburan yang mengandung keharaman, seperti lagu-lagu yang menceritakan aurat wanita, yang membangkitkan syahwat, dll.
v   Tidak melaksanakan upacara adat-istiadat yang bertentangan dengan syariat Islam dan tidak dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Beliau SAW bersabda: “Siapa saja yang membuat model dalam perkara (agama) kami ini yang tidak ada padanya, maka sesuatu itu ditolak.”
v   Tidak memakai perhiasan dan ornamen yang tidak Islami. Rasulullah SAW bersabda: “Siapa saja yang menggambar sesuatu (manusia dan hewan) maka Allah akan menyiksanya dengan gambar tersebut di hari kiamat sampai Dia meniupkan ruh (nyawa) ke dalamnya, padahal dia sama sekali tidak mampu melakukannya” (HR. Bukhari dari Ibnu Abbas).

Oleh karena itu, perhiasan dan ornamen yang dikenakan tidak boleh berwujud manusia dan hewan. Sedangkan yang diperbolehkan adalah perhiasan dan ornamen harus berbentuk pohon atau bunga.

v   Keluarga dan para undangan disunnahkan memberikan do’a kepada kedua mempelai, dengan do’a: “Barakallahu laka wa baraka ‘alaika wa jama’ bainakuma fii khayrin” (Semoga Allah memberkati kalian berdua, melimpahkan barokah kepada kalian berdua, dan menyatukan kalian berdua dalam kebaikan) (HR. At-Tirmidzi).

Tidak ada yang lebih membahagiakan kami selain kedatangan Bapak, Ibu, Sahabat semua disertai do’a untuk kami. Kami berharap semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah, dan keluarga yang diridhoi-Nya, seperti keluarga pendahulu kita dari kalangan orang-orang yang shalih, amin.

Apa yang telah dijelaskan di atas, semata-mata merupakan upaya untuk mencontoh Rasulullah SAW dalam mengadakan resepsi pernikahan. Wallahu ‘alam bishawab.

Disarikan dari Kitab AN-NIZHAMUL IJTIMA'I FI ISLAM (Sistem Pergaulan dalam Islam, fiqih, Karya Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani), Rumah Tangga, dan Majalah Ummi.