'Azl Adalah menumpahkan seperma di luar Vagina istri
Kebolehan mengenai hal ini disandarkan kepada hadits tentang kebolehan melakukan azl. Azl boleh dilakukan seorang suami dengan berbagai tujuan, seperti agar tidak terjadi kelahiran anak, supaya anaknya sedikit, karena kasihan kepada istrinya yang lemah akibat hamil dan melahirkan, agar tidak terlalu memberatkan istri, atau dengan maksud-maksud yang lainnya. Kebolehan ini didasarkan pada sejumlah dalil yang menunjukkan kebolehannya secara mutlak, tidak terikat dengan kondisi apapun serta bersifat umum . Dalil tersebut tidak ditaqyid (artinya tidak diikat dengan persyaratan) dan tidak ditakhshis (tidak ada dalil yang mengkhususkannya) dengan dalil-dalil syar’i yang lain. Sehingga dalil-dalil tersebut tetap dalam keumuman dan kemutlakannya. Hanya saja Syara’ telah mensyaratkan bahwa metode itu tidak menimbulkan mudharat baik bagi suami maupun istri . (Taqiyuddin An-Nabhani, An-Nizham al-Ijtima’i fi Al-Islam, hal. 148).
Dalil-dalil terkait dengan hukum azl ini diantaranya apa yang diriwayatkan oleh Jabir ra :
“Kami pernah melakukan ‘azal sedangkan Al-Qur’an masih turun (yakni dimasa Nabi Shallallahu ‘alihi wa sallam)” [Hadits Shahih Riwayat Abu Dawud 1/320 ; Nasa’i 2/71, Ibnu Hibban no. 1229, Hakim 2/162, Baihaqi 781, Abu Nu’aim dalam Al-hilyah 3/61-62] Seandainya perbuatan itu haram pasti Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarangnya dan tidak mendiamkan sahabat melakukannya..
Hadits yang lain berasal dari Jabir sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud :
Seorang dari kalangan Anshar pernah datang menjumpai Rasullulah SAW , ia lantas berkata kepada beliau,” Sesungguhnya saya memiliki seorang hamba sahaya wanita. Saya sering menggaulinya, sementara saya tidak suka kalau sampai dia hamil”. Rasullulah SAW kemudian bersabda, “Lakukan saja ‘azl terhadapnya jika engkau mau. Sebab, sesungguhnya akan terjadi pula apa yang memang telah ditakdirkan oleh Allah baginya.”
Dalil-dalil tentang kebolehan melakukan ‘azl di atas relevan dengan tujuan pemakaian alat kontrasepsi, yaitu hukum menyangkut kebolehan seorang suami untuk melakukan upaya pencegahan kehamilan. Dalam hal ini, apa yang telah diperbolehkan bagi seorang suami adalah berlaku juga bagi istrinya, karena hukumnya terkait dengan kebolehan mencegah kehamilan dengan menggunakan sarana atau alat apa saja.
Baca Juga: Bolehkah Muslimah Merintih-rintih Saat Berhubungan Suami Istri?
Silakan Copy Artikel yang ada di sini, tapi cantumkan sumbernya http://akhwatmuslimahindonesia.blogspot.com/